Jadi Tersangka Korupsi, Orang Terkaya Nomor 14 di Indonesia Donald Sihombing Ditahan KPK

JAKARTA]]TribunX.id Orang kaya Donald Sihombing ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu 18/9/2024. Orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Forbes pada 2019 itu, ditahan penyidik lembaga antirasuah gara-gara diduga korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Minggu (21/9/2024).

Donald ditahan dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada.

Di samping Donald, KPK juga menahan empat tersangka lainnya, dimana dua di antaranya juga petinggi PT Totalindo Eka Persada.

Keempat tersangka yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan, Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra S Arharrys, Komisaris PT Totalindo Eka Persada Saut Irianto Rajagukguk dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, kelima tersangka ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama. Kelima tersangka bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 7 Oktober 2024.

“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,” ujar Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Asep menjelaskan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai land bank. Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu.

Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950 ribu per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp117 miliar.

Akibatnya, negara dirugikan Rp 223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.

“Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar,” jelas Asep.

Bukan cuma mark up harga, kata Asep pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada.

Lalu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp 3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

“Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut,” jelas Asep.

Atas perbuatannya, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *