BATANGHARI]]TribunX.id, Dari hasil pemantauan kasus ini sejak bulan Januari 2025, Korwil GJL (Gerakan Jalan Lurus) Se-Jabodetabek dan Sumatera, Js Leo Siagian menarik kesimpulan sementara, “Sejak tahun 2000 silam Kelompok Tani Jaya Bersama sudah mendapatkan restu berupa perizinan/ rekomendasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Batanghari dan pihak Dinas Kehutanan telah melepas kawasan hutan menjadi APL.
“Bahkan pihak BPN Batanghari pun telah melakukan pengukuran lahan,
Itulah yang jadi Alas Hak Dasar bagi para anggota Kelompok Tani Jaya Bersama untuk mengusahai lahan seluas 450 Ha dan para petani pun sudah membayar Pajak Bumi & Bangunan (PBB) atas lahan pertanian/ perkebunan yang mereka kelola”.
“Sejak tahun 2010, telah terjadi konflik atas lahan seluas 450 Ha yang dikelola oleh Kelompok Tani Jaya Bersama karena adanya penjualan lahan sekuas 150 Ha oleh mantan Kades yang diduga mengatasnamakan koperasi kepada pihak PT untuk membuka kebun kelapa sawit”.
Kasus jual beli lahan oleh mantan Kades tersebut tidak pernah diusut oleh pihak APH, bahkan anggota Kelompok Tani Jaya Bersama yang sudah menanami lahannya ditebas dan diratakan oleh sejumlah alat berat oleh pihak PT yang telah berkali-kali, bahkan oknum polisi pun turut serta dalam pengrusakan tanaman kelompok tani Jaya Bersama, dilaporkan oleh pihak Kelompok Tani Jaya Bersama kepada beberapa Kementrian, Kapolres, Kapolda, Mabes, dan juga ke pihak Pemda, Kehutanan serta BPN, tapi dicueki dan diabaikan”.
Sejak Januari 2025, pihak pengurus Kelompok Tani Jaya Bersama dan Penasehat Hukumnya, Rommel Siregar SH dkk, bertemu dengan saya, Js Leo Siagian di Jakarta, Ketua Kelompok Tani Jaya Bersama Suanto membeberkan atas terjadinya pendzaliman dan penindasan terhadap mereka, bahkan Suanto memohonkan bantuan dan atensi dari Gerakan Jalan Lurus (GJL) untuk berkenan turun ke daerah”.
“Pada awal pertemuan tersebut, saya menyarankan agar mereka membuat/ memasukkan Dumas ke Menteri Kehutanan, Menteri ATR/ BPN, Mendagri dan ke Presiden RI, nanti saya akan turun ke lahan yang berkonflik dgn pihak PT, membantu dan mendukung para petani yang tertindas”, ujar Leo.

“Pada bulan Februari 2025 yang lalu, saya mengutus rekan wartawan dan LSM memantau ke daerah lahan konflik dan saat itu sedang terjadi aksi pembuldozeran puluhan hektar lahan Kelompok Tani mengalami pengrusakan, lahan yang telah lama ditanami oleh kelompok tani dihancurkan secara paksa oleh pihak PT yang tega dan meratakan tanaman-tanaman milik para petani, seperti Jagung, Umbi-umbian, Pisang, Kelapa Sawit, bahkan pun tampak hadir oknum anggota TNI yang diduga suruhan oleh PT untuk membela, bukannya membela para petani rakyat kecil”, sebut Leo.
“Sisa lahan seluas 28 hektar kemudian digusur dan hendak ditanami pohon Eucalyptus oleh pihak PT. WKS ( Wira Karya Sakti ).
Rommel selaku Kuasa Hukum Kelompok tani Jaya Bersama mengungkapkan, “bahwa lahan dengan status APL yang merupakan hak kelompok tani Jaya Bersama tersebut diduga telah dijual secara diam-diam oleh oknum kepala desa Rantau Gedang kepada dua perusahaan. Sebanyak 300 hektar lahan dijual kepada PT. VAT ( Velindo Aneka Tani ), sementara 110 ha lainnya dilepas ke PT. SJL (Sawit Jambi Lestari)”, (wawancara dikutip pada Rabu 19/2/2025 dilokasi kelompok tani Jaya Bersama Desa Rantau Gedang, Kab. Batanghari, prov. Jambi).
Kepada awak media, Jesayas Sihombing Wakil ketua Dewan Pimpinan Nasional PETIR (Pemuda Tri Karya) dan sekaligus ketua DPW PETIR Jakarta, mengatakan ” kita bersama-sama mendukung astacita nya pak Prabowo Presiden kita untuk menciptakan Ketahan Pangan dan mendukung program makan gratis, agar suapaya para kelompok tani Jaya Bersama bisa menanam seperti sayur mayur, Cabe, Tomat, dan lainnya. Tapi kalau diserobot lahan kelompok tani oleh oknum, bagaiman kita mau mendukung astacita pak Prabowo? Lalu bagaimana nasib nya para kelompok tani, karena seumber mata pencaharian nya dari lahan tersebut”, ( wawancara kepada awak media dikutip pada Rabu 19/2/2025 di lokasi lahan kelompok tani ).
“Aksi brutal itu sudah diberitakan TV Jambi dan berbagai media”, lanjut Leo.
Kemudian, kronologis berikutnya, “pada bulan April 2025 saya dan beberapa orang Tim Penasehat Hukum turun ke posko dan tidur di camp kelompok tani Jaya Bersana, Eeeh, pada tengah malam pukul 23.30 datanglah sejumlah oknum Polsek Mersam beserta puluhan karyawan PT, mengatkan mau menyampaikan pesan dari Kapolsek Mersam terkait portal yang dibuat oleh kelompok tani Jaya Bersama, dan ditambah lagi anggota kelompok tani diserang dengan sejumlah karyawan PT. VAT memakai parang dan Samurai ketika anggota kelompok tani Jaya Bersama sedang membuat Portal dan mendirikan Pos diatas lahan milik kelompok tani Jaya Bersama, yang hal itu sudah menjadi bahan pemberitaan di berbagai media”.

Pada tanggal 2 Mei 2025, Jumat,
bertempat di kantor kesbangpol Batanghari Kabupaten Batanghari Timdu Kabupaten Batanghari Memediasi Konflik kelompok Tani Jaya bersama Desa Simpang Rantau Gedang kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari dengan PT Velindo Aneka Tani ( VAT) dan PT Sawit Jambi Lestari (SJL), mediasi ini di Pimpin oleh PJ. Sekda Mula P Rambe dan Dirreskrimun Polda Jambi, Kepala Bakesbangpol Provinsi Jambi, Kapolres Batanghari ( diwakili ), Kejaksaan negeri Batanghari (Diwakili) Kodim 0415 Jambi ( Diwakili) Kepala ATR/ BPN Kabupaten Batanghari, Camat Mersam, Danramil Mersam, Kapolsek Mersam dan pihak yang berkonflik.
Namun sangat disayangkan rapat penanganan konflik antara Kelompok Tani Jaya Bersama dengan PT VAT dan PT SJL tak bisa di teruskan karena perwakilan dari pihat PT Velindo Aneka Tani dan PT Sawit Jambi lestari tidak bisa menujukan surat kuasa dari PT mereka masing masing sebagai utusan atau perwakilan, sehingga di tunda dalam waktu yang tak di tentukan.
Leo Siagian aktivis eksponen angakatan ’66 Korwil GJL (Gerakan Jalan Lurus) se-Jabodetabek dan se-Sumatera juga selaku pembina kelompok tani Jaya Bersama merasa kecewa dengan di undurnya rapat konflik ini, ia mengatakan “bagi saya pribadi saya ingin rakyat ini jangan di zolimi dan di tindas, (konflik lahan tani Jaya Bersama yang seluas kurang lebih 450 Hektar), sebelumnya saya sudah menyampaikan kepada bapak PJ sekda Kab Batanghari saya ingin membantu agar Kabupaten Batanghari (bersih dari mafia tanah) dan menduga terindikasi adanya mafia tanah dalam kasus lahan ini”, ungkap Leo.

Masih menurut Bang Leo Aktivis ’66, “masalah konflik ini sudah saya atensi ke Bapak presiden prabowo dan pak kapolri dan Menteri ATR/BPN, semua untuk mencari dan menegakan kebenaran, yang penting rakyat jangan di tindas”, tegasnya.
Harapan saya kepada TIMDU kabupaten Batanghari dalam menangani penyelesaian konflik ini nantinya jangan mau di pengaruhi mafia tanah, dan jangan ada intervensi, bela rakyat dan lindungi rakyat dan bekerja lah dengan baik dalam mencari keadilan untuk titik terang konflik lahan ini, kita akan menunggu mediasi konflik lahan ini kembali di laksanakan (karena hari ini di tunda.)
Sementara itu ketua kelompok Tani Jaya Bersama, Suanto mengatakan, “konflik ini terjadi sejak tahun 2010, intinya kami tidak pernah menjual lahan ini ke pihak pemeritah dan juga perusahaan, harapan kami agar lahan ini di kembalikan kepada pemilik yang sebenarnya (kelompok tani Jaya Bersama)”, pungkasnya.
“Kesimpulan sementara ini untuk dapat dijadikan sebagai bahan pengusutan lebih lanjut oleh pihak APH yang berwenang, dan khususnya buat pak Pj Sekda Pemkab Batanghari yang memimpin rapat penanganan konflik pertanahan antara kelompok tani Jaya Bersama dengan beberapa PT yang merampas lahan para petani rakyat kecil yang seharusnya dilindungi oleh pihak Pemda yang telah merestui sejak awal”, tandas Leo.