Mediasi Tuntutan Ritual Adat (nyanggar) dalam IUP PT.NPR dan lahan segment 140 Ha Warga Desa Muara Pari dengan Perwakilan PT.NPR gagal.


Barito utara|TribunX.id,
Warga desa Muara Pari,Kecamatan Lahei,Kabupaten Barito Utara,Provinsi Kalimantan Tengah.
Melakukan mediasi, pertemuan dengan Perwakilan Pihak PT.NPR, bertempat di Rumah makan Pondok Stadion Muara Teweh, pada Selasa (30/09/2025) siang.

Sebanyak 10 orang warga masyarakat perwakilan dari Desa Muara Pari, Mantir Adat Muara Pari, Budiono, Ketua Rt.04 Desa Muara Pari, Kepala Desa Muara Pari, Mukti Ali, Pj.Damang Lahei, Arsyosi, S.Pd, Perwakilan Pihak PT.Nusantara Persada Recourses (NPR), External PT.Bharinto Eka Tama (BEK), Suriadi, Agustinus, dan Edy Sudarmi, melaksanakan pertemuan mediasi.

Dalam pertemuan tersebut yang menjadi topik pembahasan adalah mengenai ritual adat (nyangggar) Desa Muara Pari yang belum dilaksanakan oleh pihak PT.NPR, dan lahan segment 140 Ha, yang telah dibebaskan dengan pihak lain, bukan pemilik hak kelola lahan dan bukan warga Desa Muara Pari.

Dalam hal pertemuan dua pihak ini, warga merasa tidak puas dan kecewa, karena tidak membuahkan hasil atau kesepakatan dan dianggap gagal, karena pihak management PT.NPR merasa sudah melaksanakan hal tersebut.

Menurut Damang Adat Kecamatan Lahei, Aryosi, S.Pd, mengatakan bahwa untuk ritual adat sudah dilaksanakan bersamaan dengan ritual adat Desa Karendan.”

Sementara Mantir Adat Desa Muara Pari, Budiono menegaskan bahwa,”kami Desa Muara Pari tidak pernah melaksanakan ritual adat (nyanggar) yang berhubungan dengan kegiatan pihak PT.NPR di lapangan.
Yang melaksanakan ritual adat waktu itu hanyalah Desa Karendan, bukan kami sebagai warga Desa Muara Pari.” tegas Budiono.

Ditempat yang sama ketika dikonfirmasi awak media, External PT.BEK/ PT.NPR, Agustinus memaparkan dalam pertemuan ini bahwa, “terkait mengenai tuntutan ritual adat, kami tidak bisa melaksanakan karena sudah dilaksanakan, demikian juga mengenai tuntutan segment lahan hak kelola 140 ha, kami sudah menyelesaikan sesuai dengan prosedur dan aturan, dan ini masih berproses, apabila misalnya terjadi penghentian kegiatan dilapangan ataupun pemortalan, hal ini adalah beda kasus.
Karena kami sudah melaksanakan proses tersebut,” kata Agustinus.

Kepala Desa Muara Pari mengatakan bahwa,”dalam mediasi ini tidak membuahkan hasil alias gagal,tanpa membuahkan titik temu,”ucap Mukti Ali.

Dikatakan juga bahwa, “berdasarkan kesepakatan warga Desa Muara Pari, kami akan tetap melaksanakan ritual adat (nyanggar) tersebut meskipun tanpa bantuan dari pihak PT.NPR tetapi kami akan mengundang secara resmi, Pihak PT.NPR maupun kontraktor atau subkontraktornya, pihak Pemerintah Kecamatan bahkan Pihak Pemerintah Kabupaten untuk hadir, menyaksikan kami melakukan ritual adat (nyanggar) agar bisa benar – benar diketahui bahwa kami melakukan kegiatan ritual adat (nyanggar) untuk kepentingan Investasi di wilayah Desa kami.

Bahwa benar – benar tulus dilaksanakan sebagai simbol untuk menjaga marwah adat istiadat leluhur untuk menjaga keselamatan lingkungan kerja perusahaan yang berada di wilayah desa Muara Pari, serta menjaga keselamatan warga Desa Muara Pari dari pengaruh alam dan roh – roh leluhur suku Dayak.” tegas Mukti Ali.

Sementara warga Desa Muara Pari yang hadir dalam pertemuan itu merasa sangat kecewa, dan menyatakan apapun langkah yang akan mereka lakukan nantinya dilapangan dan apapun konsekwensinya demi membela wilayah, tanah, air kami siap seluruh warga Desa turun melakukan aksi ke lapangan.
Jika kami dipenjarakan akibat tanah, air atau lahan milik kami sendiri sebagai warga desa Muara Pari, yang kami pertanyakan apakah begini keadilan di negeri ini ?
” Di manakah hati nurani dan apakah ini akan ke jaman penjajahan,dimana Belanda menjajah Indonesia dengan perusahaan milik sekutunya VOC pada waktu itu, ” ucap warga Muara Pari dengan nada kecewa.

(Beni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *