Perlakuan Hukum yang Seimbang Antara Pengemudi dan Perusahaan

JAKARTA|TribunX.id,   Fenomena maraknya pelanggaran lalu lintas, meningkatnya angka kecelakaan, serta lemahnya tanggung jawab perusahaan angkutan terhadap pengemudi menunjukkan bahwa sistem hukum lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia belum berjalan ideal. Tulisan ini berangkat dari keprihatinan terhadap rendahnya profesionalisme pengemudi bukan karena ketidak mampuan, melainkan akibat tidak adanya sistem hukum dan pembinaan berbasis kompetensi nasional.23/10/2025

Dengan pendekatan normatif dan sosiologis, tulisan ini menyoroti perlunya penerapan Due Process of Law bagi pengemudi serta pembentukan payung hukum profesi pengemudi berbasis SKKNI dan KKNI. Selain itu, kebutuhan global akan tenaga pengemudi profesional seperti permintaan besar dari Jepang menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk membangun sumber daya manusia transportasi yang kompeten dan bermartabat.

Pendahuluan

Hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) memiliki peran sentral dalam menjaga keselamatan, ketertiban, dan kelancaran transportasi di Indonesia. Namun, kondisi faktual di lapangan menunjukkan paradoks yang mengkhawatirkan pelanggaran lalu lintas kian marak, angka kecelakaan meningkat, dan banyak perusahaan angkutan abai terhadap tanggung jawab hukumnya.

Ketertarikan penulis terhadap hukum LLAJ berangkat dari keprihatinan mendalam terhadap nasib para pengemudi yang sering menjadi pihak paling lemah dan dikorbankan ketika terjadi kecelakaan. Mereka tidak hanya berhadapan dengan risiko di jalan, tetapi juga dengan sistem hukum yang belum memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap profesinya.

Padahal, profesi pengemudi merupakan bagian penting dari sistem transportasi nasional dan roda ekonomi negara. Namun, karena sistem hukum dan kebijakan yang belum berpihak, profesi ini terdegradasi menjadi sekadar “pekerjaan pelarian” bukan karier profesional yang dibanggakan.

1. Krisis Profesionalisme Pengemudi: Akibat Sistem, Bukan Individu

Rendahnya profesionalisme pengemudi di Indonesia lebih disebabkan oleh ketiadaan sistem pembinaan berbasis kompetensi. Hingga kini, kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) belum mencerminkan tingkat kompetensi pengemudi secara menyeluruh.

Idealnya, seseorang baru dapat memperoleh SIM setelah dinyatakan kompeten melalui pendidikan dan pelatihan yang berstandar nasional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga swasta bersertifikat. Proses ini harus diakhiri dengan Uji Kompetensi Nasional mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Dengan sistem ini, pengemudi tidak hanya mampu mengemudi secara teknis, tetapi juga memiliki kesadaran hukum, etika berlalu lintas, pengetahuan tentang kendaraan, dan kemampuan manajemen risiko. Inilah fondasi menuju pengemudi profesional yang sesungguhnya.

2. Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan: Pilar Keselamatan yang Sering Diabaikan

Sebagai penyedia jasa transportasi, perusahaan angkutan wajib memastikan bahwa setiap pengemudi yang dipekerjakan adalah tenaga profesional. Hal ini secara tegas diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 85 Tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum (SMKPAU), terutama Pilar ke-6, yang mewajibkan pembinaan dan pelatihan pengemudi.

Apabila perusahaan lalai melaksanakan kewajiban ini dan terjadi kecelakaan akibat kelalaian pengemudi yang tidak kompeten, maka perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, bahkan digugat oleh korban kecelakaan.

Artinya, kecelakaan tidak dapat semata-mata dibebankan kepada pengemudi; ia harus dipandang sebagai kegagalan sistemik, di mana faktor manajemen perusahaan dan kebijakan publik turut berkontribusi.

3. Due Process of Law Menjamin Keadilan bagi Pengemudi

Ketiadaan Due Process of Law yang menjamin hak pengemudi merupakan masalah klasik dalam penegakan hukum lalu lintas di Indonesia. Dalam banyak kasus kecelakaan, pengemudi langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa pendampingan hukum yang layak.

Padahal, mereka berstatus sebagai pekerja yang sedang melaksanakan tugas. Tidak sedikit pengemudi yang harus menghadapi proses hukum seorang diri, tanpa dukungan perusahaan atau serikat profesi.

Maka diperlukan payung hukum profesi pengemudi, yang memastikan bahwa setiap pengemudi berhak atas:

1. Perlindungan hukum selama menjalankan tugas,

2. Pendampingan advokat dalam setiap proses hukum,

3. Perjanjian kerja yang adil dan transparan,

4. Perlakuan hukum yang seimbang antara pengemudi dan perusahaan.

Dengan demikian, Due Process of Law tidak hanya menjamin hak pengemudi, tetapi juga memperkuat sistem keadilan substantif dalam sektor transportasi.

4. Profesi Pengemudi Saatnya Negara Hadir Mengangkat Martabat SDM Transportasi Indonesia

Saat ini kebutuhan tenaga pengemudi profesional di Jepang sangat tinggi.
Berdasarkan keterangan Pimpinan Janusa Quality Centre Jepang, Rudi Subiyanto , bersama Trainer Edukasi Etika, Yuki di tempat Pendidikannya, saat ini Jepang membutuhkan sedikitnya 1.300 pengemudi profesional
yang siap kerja.
Kebutuhan ini membuka peluang besar bagi Indonesia, atas pentingnya pembinaan dan sertifikasi kompetensi agar para pengemudi Indonesia mampu bersaing dan diterima di pasar kerja global.
Sekaligus, kondisi ini pun menjadi cermin penting bagi Indonesia apakah kualitas pengemudi kita sudah siap bersaing di tingkat global? Faktanya, dengan kemampuan dan kedisiplinan yang ada saat ini, belum memungkinkan untuk langsung mengirimkan tenaga pengemudi tanpa melalui proses pembinaan dan standarisasi yang ketat.
Di sinilah peran negara harus hadir memberikan edukasi, pelatihan, dan sertifikasi berbasis standar nasional maupun internasional, termasuk pembekalan bahasa dan etika kerja agar para pengemudi Indonesia dapat diterima dan diakui di luar negeri.
Sebagai perbandingan, Janusa Quality Centre telah lebih dahulu melatih tenaga Chef, Barista, dan Nurse untuk dikirim ke Jepang. Selama masa pendidikan, para peserta dibentuk dengan disiplin tinggi, diajarkan bahasa Jepang (tingkat N1 hingga N4), serta etika khas Negeri Sakura seperti tradisi membungkuk/ tata cara penghormatan kepada orang, etika ditempat kerja bahkan dimulai dari sikap dikelas pada saat pendidikan sudah ditanamkan dll, Semua itu dilakukan agar SDM yang dikirim tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga berkarakter dan layak mewakili bangsa.
Janusa tidak mengejar kuantitas, tetapi kualitas. Setiap peserta harus benar-benar teruji, berintegritas, dan memenuhi kriteria standar negara penerima.
Maka, sudah saatnya profesi pengemudi Indonesia mendapat perhatian besar. Di tengah maraknya isu ojol, ODOL, dan persaingan tenaga kerja global, para pengemudi adalah ujung tombak transportasi nasional. Mereka bukan sekadar pekerja jalanan, tetapi penjaga keselamatan dan wajah bangsa di jalan raya maupun di negeri orang.

Sistem pelatihan seperti inilah yang seharusnya menjadi contoh dalam menyiapkan pengemudi profesional Indonesia baik untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Negara harus hadir dengan kebijakan yang mendorong terciptanya lembaga pelatihan berstandar nasional dan internasional di bidang transportasi darat.

Dengan demikian, profesi pengemudi tidak lagi dipandang sebelah mata, tetapi menjadi profesi bergengsi yang berdaya saing global. Dalam konteks ini, perdebatan tentang ojek daring (Ojol), Over Dimension Over Loading (ODOL), dan kualitas pengemudi angkutan umum sejatinya berakar pada satu persoalan absennya sistem hukum dan kebijakan yang memuliakan profesi pengemudi melalui pendidikan, kompetensi, dan perlindungan hukum yang terpadu.

Penutup

Profesi pengemudi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem transportasi nasional dan menjadi cermin dari kualitas hukum serta kebijakan publik di Indonesia. Rendahnya profesionalisme, maraknya kecelakaan, dan lemahnya perlindungan hukum bukanlah kesalahan individu, melainkan kegagalan sistemik yang harus segera dibenahi.

Sudah saatnya negara membangun kerangka hukum dan kelembagaan yang memuliakan profesi pengemudi melalui pendidikan berbasis kompetensi, perlindungan hukum yang jelas, serta pembinaan yang berkelanjutan.

Karena keselamatan lalu lintas tidak akan pernah tercapai tanpa menghargai mereka yang setiap hari berada di balik kemudi pengemudi, penjaga kehidupan di jalan raya, dan duta keselamatan bangsa.

Penulis
Eddy Suzendi SH
Advokat LLAJ
Tagline Keselam fatan& Keadilan
Kontak : 08122497769
email : espadv1@ gmail.com
Websit :www.esplawfirm.my.id

(Kustiawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *