Kasus Tumpang Tindih Lokasi Tanah, Advokat Ahmad Khozinudin: AHY Jangan Pencitraan!

JAKARTA]] TribunX.id Tentu kita tidak ingin masyarakat jadi korban akibat adanya tumpang tindih tanah tersebut,”_ kata AHY, Menteri ATR/Kepala BPN.RI dalam Rakernas Kebijakan Satu Peta, 18/7/2024, mendapat kritikan keras dari Ahmad Khozinudin SH, Advocat, Kuasa Hukum SK Budiarjo & Nurlela, “kasus tumpang tindih lokasi tanah justru pejabat BPN melegitimasi perampasan tanah oleh para Mafia”, demikian disampaikan kepada awak media, Minggu (21/7/2024).

Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan rencana peluncuran program Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0. Keberadaan Kebijakan Satu Peta ini, diklaim akan mampu membatasi ruang gerak para mafia tanah dan bisa meredam konflik agraria lainnya.

“Pak Menteri, sudahlah.! Berhenti pencitraan”, ujar Ahmad.
Lebih lanjut dikatakannya Kementrian ATR/BPN itu bukan Partai Demokrat yang bisa dan biasa dijadikan ajang untuk melakukan politik pencitraan.
Sudah cukup, pencitraan Anda soal ‘Gebuk Mafia Tanah’ melalui sejumlah statemen hingga selebrasi bersama artis Nirina Zubir.

Ahmad menegaskan, “bahwa pangkal masalah mafia tanah itu justru ada di BPN, Pejabat BPN lah yang membuat rakyat tidak berdaulat, tak memiliki kepastian, jaminan dan perlindungan hukum atas hak tanah mereka, itu karena ulah para pejabat di instansi BPN sendiri”.

Modus Operandi mafia tanah merampas tanah, itu bukan dengan senjata ataupun mengerahkan sejumlah centeng seperti zaman VOC.

Para mafia tanah di negeri ini “acap-kali memanfaatkan instrumen hukum dan otoritas para pejabat, khususnya pejabat yang ada di BPN”. ujar Ahmad.

Dalam kasus yang dialami oleh SK Budiardjo & Nurlela itu terlihat jelas pihak BPN malah ikut bermain dengan tidak menindak-lanjuti Putusan Pengadilan Nomor 442/Pdt.G/2006/PN JKT BAR, yang menetapkan tanah dengan bukti Girik C 1906 seluas 2.231 m2 milik ABDUL HAMID SUBRATA (yang telah dibeli oleh Nurlela) dan membatalkan SHGB Nomor 1633/Cengkareng milik Agung Sedayu Group.

Padahal, melalui surat yang diterbitkan Kantah BPN Jakarta Barat Nomor : 1734/09-03/SKP, perihal : usulan pembatalan sebagian SHGB 1633/Cengkareng atas nama PT Bangun Marga Jaya seluas 2.231 m2 yang dibeli oleh Agung Sedayu Group, tegas memberikan rekomendasi kepada Kanwil BPN DKI Jakarta agar segera membatalkan SHGB 1633/Cengkareng atas nama PT Bangun Marga Jaya (milik Agung Sedayu Group).

Tindakan BPN yang tidak membatalkan SHGB 1633 justru melegitimasi perampasan tanah oleh Agung Sedayu Group dan memberi andil atas kriminalisasi terhadap Nurlela & SK Budiardjo selaku pemilik tanah yang sah dengan Bukti Girik C 1906 seluas 2.231 m2, yang dirampas oleh Agung Sedayu Group melalui klaim kepemilikan SHGB Nomor 1633/Cengkareng.

Belum lagi, penerbitan SHGB 1633 milik PT BMJ yang dibeli oleh Agung Sedayu Group sangat bermasalah, baik karena luasan tanah yang tidak konsisten, Girik-Girik asal yang sebagian besar tidak berlokasi di Kelurahan Cengkareng Timur (bukan di lokasi SHGB 1633), hingga sejumlah SPH yang juga bermasalah. (Tidak berlokasi di kelurahan Cengkareng Timur).

Dalam kasus yang dialami oleh SK Budiardjo & Nurlela, masalahnya bukan karena tumpang-tindih tanah, tapi karena adanya perampasan tanah oleh mafia tanah, dengan modus operandi BPN menerbitkan SHGB untuk mafia tanah yang modalnya dari girik-girik bodong, lalu SHGB itu diletakkan di atas tanah rakyat dan rakyat diusir dari tanahnya secara zalim.

SHGB 1633 adalah produk hukum yang dijadikan instrumen untuk merampas tanah SK Budiardjo & Nurlela dengan dukungan BPN.
BPN tidak membatalkan SHGB 1633 meski telah ada putusan Pengadilan, SHGB 1633 milik Agung Sedayu telah merampas lokasi tanah Girik C 1906 seluas 2.231 m2 milik Nurlela & SK Budiardjo.

Bahkan, mengenai lokasi tanah milik Nurlela yang dirampas oleh Agung Sedayu Group ini telah dikukuhkan melalui Surat Walikota Jakarta Barat Nomor: 2591/-1.712.534 tanggal 29 Oktober 2014. Dalam surat tersebut, “ditegaskan bahwa lokasi tanah Girik C 1906 seluas 2.231 m2 tidak termasuk lokasi tanah SIPPT milik Agung Sedayu Group, dan terdapat pembangunan ruko-ruko milik Agung Sedayu yang dibangun di atas tanah Girik C 1906 milik Nurlela & SK Budiardjo”.

Berikutnya, telah ditegaskan melalui memo Pemerintah Jakarta Barat – dari Sekretariat Gubernur DKI Jakarta, tanggal 06 Desember 2016, bahwa ruko-ruko milik Agung Sedayu Group dibangun tanpa IMB karenanya harus dibongkar”.
Tidak terbitnya IMB tersebut, karena pembangunan ruko oleh Agung Sedayu dilakukan di atas tanah Girik C 1906 milik Nurlela & SK Budiardjo.

Kasus perampasan tanah milik SK Budiardjo & Nurlela oleh Agung Sedayu Group ini, telah dilaporkan oleh SK Budiardjo & NURLELA melalui Laporan Polisi ; LP/424/IV/2010/PMJ/RESTRO JAKBAR tanggal 21 April 2010, LP/1950/VI/2010/Dit Reskrimum-UM tanggal 21 April 2010, LP: TBL3176/IX/2010/PMJ/Dit Reskrimum-UM tanggal 8 September 2010, dan LP/TBL/4529/IX/2016/PMJ/Dit Reskrimum-UM tanggal 5 September 2016.

Namun tragisnya, setelah ada Gelar Perkara dan terbukti ada pelanggaran yang dilakukan penyidik dalam menangani kasus tsb alih-alih laporan SK Budiardjo & Nurlela tidak diproses lanjut, malah di SP-3.

Sebaliknya, SK Budiardjo & Nurlela justru masuk penjara karena laporan balik yang diajukan oleh pihak Agung Sedayu Group melalui anak perusahaannya, PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA).

Kesimpulannya, kata Achmad, perampasan tanah milik rakyat oleh mafia itu bukan karena masalah teknis adanya tumpang-tindih tanah Pak Menteri AHY. Masalah substansinya adalah adanya mafia tanah yang dilegitimasi oleh pejabat BPN untuk merampas tanah rakyat. Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan sistem aplikasi ataupun Kebijakan Satu Peta yang Pak Menteri banggakan.

Tapi butuh komitmen dari seluruh pejabat BPN untuk patuh dan taat hukum, menegakkan azas Clear and Clean dalam proses penerbitan sertifikat tanah,. Keadilan bagi seluruh masyarakat harus diwujudkan.

Tapi, apakah itu masih mungkin.?! Apakah Pak Menteri berani melawan mafia tanah sekaliber Agung Sedayu Group.?! “Semoga saja pak Menteri bukan lagi mengumbar pencitraan”, pungkas Achmad.

Lebih lanjut, Ahmad menegaskan, Pak AHY harus mampu menggebuk pejabat BPN yang berkolaborasi dengan mafia tanah juga berkolusi dengan Aparat Penegak Hukum, Polri, Jaksa dan Hakim,. “Mampukah Anda, AHY ? pungkas Ahmad. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *