Jakarta]]TribunX.id Pranoto Wijoyo Warga Springhill Residence merasa keberatan terkait biaya IPL ( Iuran Pemeliharaan Lingkungan) yang sangat tinggi. Minggu (22/6/2025).
Perumahan Springhill Residence beralamat Jl. Benyamin Sueb, Blok D7, Jl. Golf View No. B 28.
RT : 006/ RW : 011.
Kelurahan Pademangan Timur, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.
” Iuran IPL disini jumlahnya Rp. 3.600.000 sangat Fantastis, dengan fasilitas yang minim, beda dengan perumahan di kelapa gading biaya IPL sekitar Rp. 3.000.000 menikmati fasilitas mewah seperti kolam renang dan lapangan basket. Ketimpangan yang nyata ,” seru Pranoto
Perjuangan Pranoto dimulai dengan somasi kepada PT Dinamika Luhur Selaras (TMD), pengelola Spring Hill Residence. Pertemuan dengan perwakilan TMD, Budi dan Agus, hanya menghasilkan penurunan biaya IPL menjadi Rp 1.000.000 – sebuah keringanan yang terasa seperti tamparan bagi Pranoto, karena hanya ia yang mendapatkannya. Tuntutan transparansi penggunaan dana IPL pun diabaikan. Akibatnya, ia menunggak pembayaran, dan sampah rumahnya menumpuk. Hanya berkat bantuan Ketua RW, dan mobil pribadinya yang terpaksa menjadi truk sampah dadakan, masalah sampah teratasi sementara.
Pranoto tak menyerah. Ia melapor ke Pendopo DKI Jakarta, mengungkap praktik yang dirasa merugikan: biaya pemeliharaan pipa induk (20%), pipa lingkungan (5%), dan administrasi (5%). “Air adalah hak dasar warga negara!” tegasnya, mengacu pada Pasal 33 UUD 1945. Namun, laporannya dialihkan ke Sudin Jakarta Utara, tanpa hasil berarti. Investigasinya sendiri mengungkap fakta mengejutkan: dasar hukum penetapan biaya tersebut merujuk pada PPK Kemayoran, yang menurutnya tidak relevan untuk perumahan rakyat. Lebih mengejutkan lagi, ia menemukan bukti bahwa TMD diduga menjual air, sebuah praktik yang seharusnya ilegal.
Perjuangan Pranoto berlanjut ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), Komnas HAM, dan Ombudsman. Namun, semua upaya mediasi menemui jalan buntu. Keputusan Ombudsman justru membenarkan kebijakan TMD, membuat Pranoto semakin bertekad untuk memperjuangkan haknya. Ia siap bertempur di Pengadilan Negeri, dengan bukti-bukti yang diyakininya kuat. Hanya satu yang mengganjal: kesulitan menemukan bantuan hukum. Kisah Pranoto Wijoyo menjadi cerminan perjuangan seorang warga melawan ketidakadilan sitemik.
(Kwn)