JAKARTA]]TribunX.id, Beberapa modus operandi mafia tanah yaitu diantaranya pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal, mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi, kejahatan korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, jual beli tanah yang dilakukan seolah-olah secara formal, dan hilangnya warkah tanah, Sabtu (10/5/2025).
Mafia tanah harus diberantas. Beberapa upaya untuk memberantasnya adalah dengan menindak secara tegas pelaku, meningkatkan integritas dan profesionalisme aparat, meningkatkan koordinasi antar-aparat, sertifikasi tanah, dan meningkatkan peran serta/aktif masyarakat dalam melindungi tanahnya.
Khusus konflik pertanahan antara Kelompok Tani Jaya Bersama Batanghari dengan pihak PT. SJL, PT. VAT, dan PT. WKS yang terjadi di desa Simpang Rantau Gedang, kecamatan Mersam, kabupaten Batanghari, provinsi Jambi, sudah terjadi sejak 2 tahun yang lalu, yang sampai saat ini belum ada perhatian khusus atau atensi dari pemerintah.
Eks aktivis eksponen ’66 selaku Korwil GJL ( Gerakan Jalan Lurus ) se-Jabodetabek dan se-Sumatera, Leo Siagian menerangkan, ” ditinjau dari UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan diketahui bahwa kawasan hutan tersebut milik negara dan dikuasai negara yang artinya tidak boleh dijual belikan, lalu mengapa ada oknum Kades yang berani menjual lahan kawasan hutan yang kini menjadi APL diperuntukkan kepada kelompok tani Jaya Bersama”?
“Ini sangat riskan, perbuatan Mafia tanah yang sudah jelas dan terang benderang melakukan perbuatan melawan hukum, maka dari itu negara harus hadir dan jangan kalah, negeri ini harus bersih dari oknum mafia tanah agar tercapai Indonesia Emas 2045, bukan Indonesia Cemas”, cetus Leo.
“Berdasarkan pasal 373 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa “Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelangaraan pemerintah Daerah kabupaten/kota”, papar Leo kepada awak media.
“Berarti artinya para petani harus dilindungi, diayomi, dibina, bukan ditindas atau dizolimi”, kesalnya.

Aktivis pembela rakyat kecil yang disapa Bang Leo ( 74 ) dan kini sebagai Pembina Kelompok Tani Jaya Bersama menguraikan surat dan berkas yang ia sudah terima dari Penasehat KT-JB dan Ketua KT-JB, sebagai berikut;
1. Pada tgl 27 September 2000 Ketua KT-JB, M Tarmizi Ar mengajukan surat permohonan kepada Bupati Batanghari untuk “membuka lahan perkebunan sawit dan pinang” seluas 1.143 Ha di Desa Rantau Gedang, Kec. Mersam, Kab. Batanghari, Jambi. Dalam lampiran suratnya tercantum daftar nama para anggota KT-JB berjumlah 185 KK. Surat permohonan tersebut diketahui oleh Kades Rantau Gedang dan Camat Mersam, yang tembusannya dikirim kepada Gubernur Jambi, Kakanwil BPN Jambi dan Kakantah BPN Batanghari.
2. Pada tgl 12 Juni 2001 keluarlah surat dari Kakantah BPN Batanghari, No 460 – 329 tgl 12 Juni 2001 tentang Penelitian status calon lahan yang dimohonkan oleh Ketua KT-JB.
3. Pada tgl 5 September 2001 keluar surat dari Sekda Kabupaten Batanghari, No 593.41/ 4191/ Pem tentang Penelitian status calon lahan untuk KT-JB.
4. Berdasarkan ke dua surat rersebut, anggota KT-JB, Husaini dan Syamsul Efendi Damanik dkk, lalu membuat jalan dan mematok-patok tanah untuk segera dibagikan kepada anggota KT-JB.
5. Bahwa sejak tahun 2001 itu pun para anggota KT-JB mulai bercocok-tanam, mengelola lahan yang telah dipatok dan dibagi-bagikan itu dengan tanaman Pisang, Jagung, Karet, Sawit, Pinang, dll Karena mereka menganggap bahwa lahan itu sudah sah dikuasai oleh KT-JB.
6. Akan tetapi pada tahun 2010 mulai lah muncul beberapa orang karyawan PT SJL dan PT VAT yang merebut lahan mereka dan sejak itu pun seringlah terjadi konflik fisik, kekerasan, pengrusakan bedeng dan tanaman milik petani, bahkan oleh pihak PT mengerahkan alat berat milik para petani anggota KT-JB yang merasa ditindas dan didzalimi.
7. Para petani seringkali melaporkan tindakan anarkis dan arogan tanpa perikemanusiaan itu ke Polsek Mersam, Polres Batanghari, Polda Jambi dan Pemkab Batanghari tapi selalu diabaikan dan dicueki/tidak ada tindak-lanjutnya.
8. Tapi kalau pihak PT yang melakukan laporan pengaduan ke Polsek Mersam ataupun ke Polres Batanghari maka para petani segera diproses, bahkan Ketua KT-JB, Suanto bin Legimin sampai 3 kali dijebloskan ke sel penjara bahkan sampai bisa divonis hukuman 3 tahun penjara di PN Batanghari dan PT Jambi.
9. Syukurlah melalui jerih payah dan kerja keras oleh Tim Penasehat Hukum, Rommel Siregar SH, dkk dari Jambi terus melakukan upaya Banding hingga ke tingkat Kasasi di Mahkamah Agung RI dan akhirnya Suanto dibebaskan melalui Amar Putusan MA No. 1883 K/ Pid.Sus-LH/ 2022 ttgl 16 Juni 2022 Suanto pun bisa dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang kemudian ditindak lanjuti dengan Berita Acara *Pengeluaran Tahanan, Bebas dari Tuntutan No 65/SL/VII/2022 tgl 14 Juli 2022, dto Kalapas Muara Bulian, Edy Susetyo. Sehingga saat ini Suanto terus berupaya menuntut lahan tersebut untuk bisa dikelola para petani anggota KT-JB.
10. Selanjutnya, Dinas Kehutanan Kab. Batanghari mengeluarkan surat bernomor 522/47-PPKH/DISHUT tgl 17 Maret 2010 tentang Konfirmasi tanaman akasia pada lahan KT-JB apakah ada MoU pola kemitraan dengan PT WKS?
11. Pada tgl 2 Maret 2010 pihak Dinas Kehutanan Kab. Batanghari melakukan pemeriksaan dan pemetaan lokasi lahan KT-JB berdasarkan persetujuan Bupati Batanghari melalui suratnya No 593.41/ 4191 Pem ttgl 5 September 2001.

“Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat saya tarik kesimpulan bahwa para petani yang bergabung di KT-JB adalah warga masyarakat yang baik dan benar, mereka bukan penggarap liar yang bisa diusir dengan seenaknya”.
“Mereka sudah mengajukan permohonan kepada pihak Pemkab dan Pemprov, tapi malah belakangan ditindas, disiksa dan ditebas tanamannya bahkan dipenjarakan dengan cara dikriminalisasi”.
“Ini adalah pelanggaran Ham yang harus diusut oleh Aparat Penegak Hukum setempat”.
“Untunglah para Hakim Agung di MA RI masih punya hati nurani yang bersih, sehingga Ketua KT-JB, Suanto divonis bebas dan tidak bisa dituntut karena mereka mengelola dan menanami lahan secara sah dan mendapat restu dari Pemda, Kehutanan dan BPN Batanghari”.
“Seharusnyalah mereka dibina dan disubsidi oleh pihak Pemda Batanghari demi terwujudnya swasembada/ ketahanan pangan, seperti program, “Mari Menanam” yang dicanangkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto”.
“Bukan malah menebas dan menghancurkan tanaman milik petani kecil itu”, tutup Leo.